Perkembangan Psikososial pada masa kanak-kanak awal dibagi dalam tiga hal, yaitu:
Selama tahun-tahun prasekolah, hubungan dengan orang tua atau pengasuhnya merupakan dasar bagi perkembangan emosional dan sosial anak. Salah satu aspek penting dalam hubungan orang tua dan anak adalah gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua. Ada tiga tipe pengasuhan yang dikaitkan dengan aspek-aspek yang berbeda dalam tingkah laku sosial anak, yaitu otoritatif, otoriter, dan permasif.
Pengasuhan otoritatif adalah salah satu gaya pengasuhan yang memperlihatkan pengawasan ekstra ketat terhadap tingkah laku anak-anak, tetapi mereka juga bersikap responsif, menghargai dan menghormati pemikiran, perasaan, serta mengikutsertakan anak dalam pengambilan keputusan. Anak-anak yang berada pada pola pengasuhan yang seperti ini cenderung lebih percaya pada diri sendiri, dan mampu bergaul baik dengan teman-teman sebayanya. Pengasuhan ini juga diasosiasikan dengan rasa harga diri yang tinggi, memiliki moral standar, kematangan psikososial, kemandirian, sukses dalam belajar, dan bertanggung jawab secara sosial.
Pengasuhan otoriter adalah suatu gaya pengasuhan yang membatasi dan menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua. Anak-anak yang berada pada pola pengasuhan seperti ini cenderung bersifat curiga pada orang lain dan merasa tidak bahagia dengan dirinya sendiri, merasa canggung berhubungan dengan teman sebaya, canggung menyesuaikan diri pada awal masuk sekolah dan memiliki prestasi belajar yang rendah dibandingkan dengan anak-anak lain.
Pengasuhan permesif dibagi menjadi dua bentuk, yaitu: pertama, pengasuhan permessive-indulgent yaitu suatu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak, tetapi menetapkan sedikit batas atau kendali atas mereka. Anak-anak yang berada pada pola pengasuhan seperti ini cenderung dengan kuranya kemampuan pengendalian diri anak, dan akibatnya anak tidak pernah belajar mengendalikan perilaku mereka sendiri dan selalu mengharapkan agar semua kemauannya dituruti. Kedua, pengasuhan permessive-indifferent, yaitu suatu gaya pengasuhan dimana orang tau sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak-anak yang berada pada pola pengasuhan seperti ini cenderung kurang percaya diri, pengendalian diri yang buruk, dan rasa harga diri yang rendah.
B. Perkembangan Hubungan dengan Teman Sebaya
Teman sebaya (peer) sebagai sebuah kelompok sosial sering didefinisikan sebagai semua orang yang memilikikesamaan sosial atau yang memiliki kesamaan ciri-ciri, seperti kesamaan tingkat usia (Hetherington & Parke, 1981). Akan tetapi, belakangan definisi teman sebaya lebih ditekankan pada kesamaan tingkah laku atau psikologis (Lewis & Rosenblum, 1975).
Teman sebaya (peer) sebagai sebuah kelompok sosial sering didefinisikan sebagai semua orang yang memilikikesamaan sosial atau yang memiliki kesamaan ciri-ciri, seperti kesamaan tingkat usia (Hetherington & Parke, 1981). Akan tetapi, belakangan definisi teman sebaya lebih ditekankan pada kesamaan tingkah laku atau psikologis (Lewis & Rosenblum, 1975).
Salah satu fungsi kelompok teman sebaya yang paling penting adalah menyediakan suatu sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Mereka menggunakan orang lain sebagai tolak ukur untuk membandingkan dirinya. Proses pembandingan sosial ini merupakan dasar bagi pembentukan rasa harga diri dan gambaran diri anak (Hetherington & Parke, 1981).
C. Perkembangan Moral
Seiring dengan perkembangan sosial, anak-anak usia prasekolah juga mengalami perkembangan moral. Adapun yang dimaksud dengan perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (Santrock, 1995).
Seiring dengan perkembangan sosial, anak-anak usia prasekolah juga mengalami perkembangan moral. Adapun yang dimaksud dengan perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (Santrock, 1995).
Perkembangan moral pada awal masa kanak-kanak masih dalam tingkat yang rendah. Hal ini disebabkan karena perkembangan intelektual anak-anak belum mencapai titik dimana dia dapat mempelajari atau menerapkan prinsip-prinsip abstrak tentang benar dan salah.
Awal masa kanak-kanak ditandai dengan apa yang oleh Piaget disebut ”moralitas melalui paksaan.” dalam tahap perkembangan moral ini anak-anak secara otomatis mengikuti peraturan-peraturan tanpa berpikir atau menilai, dan dia menganggap orang-orang dewasa yang berkuasa sebagai maha kuasa. Dia juga menilai semua perbuatan itu benar atau salah berdasarkan akibat-akibatnya dan bukan berdasarkan pada motivasi yang mendasarinya. Menurut sudut pandang mereka, perbuatan yang ”salah” adalah yang mengakibatkan hukuman.
Kohlberg memperinci dan memperluas tahap-tahap perkembangan Piaget dengan memasukkan dua tahapan dari tingkat perkembangan. Pertama, yang disebut sebagai moralitas prakonvensional, dalam tahap ini anak-anak berorientasi patuh-dan-hukuman dalam arti dia menilai benarsalahnya perbuatan berdasarkan akibat-akibat fisik dari perbuatan itu. Kedua, yang disebut dengan konvensional, dalam tahap ini anak-anak menyesuaikan diri dengan harapan sosial agar memperoleh pujian. Namun dalam redaksi lain menyebutkan tiga tahapan, yaitu tahap pasca-konvensional, pada tahap ini aturan dan institusi dari masyarakat tidak dipandang sebagai tujuan akhir, tetapi diperlukan sebagai subjek. Anak menaati peraturan untuk menghindari hukuman kata hati.
Kohlberg memperinci dan memperluas tahap-tahap perkembangan Piaget dengan memasukkan dua tahapan dari tingkat perkembangan. Pertama, yang disebut sebagai moralitas prakonvensional, dalam tahap ini anak-anak berorientasi patuh-dan-hukuman dalam arti dia menilai benarsalahnya perbuatan berdasarkan akibat-akibat fisik dari perbuatan itu. Kedua, yang disebut dengan konvensional, dalam tahap ini anak-anak menyesuaikan diri dengan harapan sosial agar memperoleh pujian. Namun dalam redaksi lain menyebutkan tiga tahapan, yaitu tahap pasca-konvensional, pada tahap ini aturan dan institusi dari masyarakat tidak dipandang sebagai tujuan akhir, tetapi diperlukan sebagai subjek. Anak menaati peraturan untuk menghindari hukuman kata hati.
0 komentar:
Posting Komentar