• Web
  • psikucluk
  • AddThis

    Share |

    Rabu, 01 Juni 2011

    PENERIMAAN DIRI

    Penerimaan diri merupakan sikap positif terhadap dirinya sendiri, ia dapat menerima keadaan dirinya secara tenang, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Mereka bebas dari rasa bersalah, rasa malu, dan rendah diri karena keterbatasan diri serta kebebasan dari kecemasan akan adanya penilaian dari orang lain terhadap keadaan dirinya (Maslow dalam Hjelle dan Ziegler, 1992).
     
    Sedangkan menurut Perls (dalam Schultz, 1991) penerimaan diri berkaitan dengan orang yang sehat secara psikologis yang memiliki kesadaran dan penerimaan penuh terhadap siapa dan apa diri mereka. Lain lagi dengan pendapat dari Jahoda (dalam Wilsa, 1997) yaitu penerimaan diri merupakan salah satu karakteristik dalam kesehatan mental seseorang. Orang yang memiliki kesehatan mental yang baik akan memperlihatkan perasaan menghargai diri sendiri dan menghargai orang lain.
     
    Allport (dalam Hjelle dan Ziegler, 1992) menjelaskan bahwa penerimaan diri merupakan sikap yang positif, yang ketika individu menerima diri sebagai seorang manusia. Ia dapat menerima keadaan emosionalanya (depresi, marah, takut, cemas, dan lain-lain) tanpa mengganggu orang lain.

    Menurut Ryff (dalam Kail dan Cavanaugh, 2000) penerimaan diri sebagai individu yang memiliki pandangan positif tentang dirinya, mengakui dan menerima segi yang berbeda dari dirinya sendiri. Chaplin (1999) mengatakan penerimaan diri adalah sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri, serta pengetahuan-pengetahuan akan keterbatasan-keterbatasan sendiri.
     
    Kemudian Ryff (dalam Wilsa, 1997) berpendapat bahwa penerimaan diri adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek diri termasuk kualitas baik dan buruk, dan merasa positif dengan kehidupan yang telah dijalani. Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh diatas penerimaan diri merupakan sikap positif terhadap dirinya sendiri, dapat menerima keadaan dirinya secara tenang dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, serta memiliki kesadaran dan penerimaan penuh terhadap siapa dan apa diri mereka, dapat menghargai diri sendiri dan menghargai orang lain, serta menerima keadaan emosionalanya (depresi, marah, takut, cemas, dan lain-lain) tanpa mengganggu orang lain.

    Sabtu, 08 Mei 2010

    Inteligensi dan IQ

    Inteligensi dan IQ
    Oleh Staff IQEQ

    Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
    Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah :
    Faktor bawaan atau keturunan
    Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal.
    Faktor lingkungan
    Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.

    Kamis, 18 Februari 2010

    Jalan Menuju Cinta Allah yang Penuh Dengan Tantangan

    Seringnya manusia melakukan sesuatu tanpa berpikir lebih jauh apakah yang dia lakukan itu baik atau tidak. Banyak sekali manusia yang terjebak dalam kebenaran dimata manusia tanpa melihat kebenaran dalam kaca mata hukum agama. Karena menurut khalayak banyak orang lebih mudah menjalankan hukum adat daripada huku agama. Hukum adat berdasarkan kaca mata manusia.

    Semua perbuatan manusia itu bersumber pada keinginan yang ada pada mereke, jika mereke ingin maka mereka lakukan tanpa melihat apakah memiliki dampak yang baik bagi dirinya dan orang lain. Semua keinginan itu bersumber pada hawa nafsu manusia.

    Problema yang muncul sekarang ini adalah banyak orang yang tidak memahami tentang hawa nafsu. Sehingga banyak yang terjerumus dalam hal-hal yang menyangkut hawa nafsu. Di sisi lain banyak anggota masyarakat yang tidak mau tahu dengan dosa dari akibat hawa nafsu.

    Untuk menghindari hawa nafsu kita harus lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan seperti; sholat, zikir, puasa, dan segala macam yang dapat menghindarkan kita dari keburukan hawa nafsu.

    Adapun firman Allah yang menjelaskan tentang bagaimana itu hawa nafsu, sasaran dan akibatnya. Oleh karena itu, Allah sangat melarang manusia untuk mengikuti hawa nafsu yang buruk dan menganjurkan kita untuk bertaubat apabila sudah terjerumus dalam kemaksiatan.

    Apa sebenarnya hawa nafsu itu? Apakah hawa nafsu menjadi  pengukur manusia layak menerima surga atau neraka? Apakah ada nafsu yang mendorong manusia untuk selelu melakukan kebaikan atau keburukan dalam bertingkah laku?

    Dalam makalah yang akan kami beri judul “Jalan Menuju Cinta Allah yang Penuh Dengan Tantangan” akan dibahas semua hal yang berkaitan dengan tantangan menuju cinta-Nya.
     

    Ngobrol bo...


    ShoutMix chat widget